Kebahagiaan saya deras ditumpahkan
dari langit. Satu persatu sahabat mengikhlaskan diri melepas masa lajangnya,
ada yang sedang dag-dig-dug menunggu
kelahiran buah hatinya, dan yang lebih menggembirakan saya adalah seseorang
yang rela melarungkan pekerjaan mapannya di sebuah perusahaan, jenjang karir
menjanjikan, nominal gaji yang bagi saya membuat ngiler. Baginya saat ini tak ada yang lebih menantang selain
menjadi majikan atas dirinya sendiri. Ditanggalkannya high heels, kemeja rapi yang selalu mendapat lirikan mata setiap
keluar gang. Kini dia sedang akrab menikmati episode baru dalam hidupnya.
Saya pernah merasakan betapa
menderitanya makan di restoran cepat saji. Kejadiannya baru beberapa hari yang
lalu. Bahkan tiap orang dibatasi dengan sekat-sekat. Memandang pun diartikan
pandangan ‘mengancam’. Dulu warung-warung kopi, angkringan, warung soto adalah
tempat melepas lelah. Di sana mereka akan berbagi cerita yang kadang tak mampu mereka
ceritakan pada sembarang orang. Berbagi canda meski tidak bisa menyelesaikan
hutang, setidaknya mampu mengalihkan, paling tidak menunda rasa pening di dalam
kepala.
Keakraban rasa itu yang coba
ditawarkan Shelter Petualang. Sebuah cafe berkonsep lesehan yang berada di jalan
Kemayoran-Sunter. Tepatnya di belakang mall ITC Cempaka Mas. Sekira 500 meter dari pertigaan ASTRA-Honda.
Bertukar rasa. Mencoba menarik
suasana yang sering kita temui di gunung. Khususnya bagi sobat hobi mendaki
gunung, pasti merasakan suasana keakraban itu. Nuansa guyub sebagaimana saudara yang lama tak berjumpa. Rasa di lidah
seolah menjadi yang nomer sekian. Yang utama adalah persaudaraan itu sendiri.
Pas dengan tag line yang diusung,
“Seduh kopimu, bagi kisahmu”.
Urip ning donya ki mung panggonan mampir ngombe. Hidup di dunia itu cuma tempat mampir
minum. Dunia itu hanya tempat singgah sementara. Begitupun dengan konsep yang
diangkat Shelter Petualang. Seperti laiknya shelter,
bukanlah tujuan utama, melainkan tempat yang menawarkan jeda sejenak. Meredakan
lelah, sedih, juga kejombloanmu itu. Paling tidak, nongkronglah tiap malam
minggu di sana, biar hidupmu nggak kering-kering amat dalam kesendirian. Haha...
:D
Anda bisa membaca majalah sembari menunggu pesanan. |
Kapan lagi nyari tempat makan sambil nyari referensi destinasi jalan-jalan. |
Maman, co-founder Shelter Pendaki ini
seperti mata bagi setiap pendakian bersama saya. Kemampuan jelajah medannya tak
diragukan lagi. Pengalaman mendaki gunung dengan berbagai medan layak anda
jadikan tour guide dalam perjalanan
pendakian anda.
“Jadi kedepannya mau gimana, Bro?”
“Ya... pelan-pelan. Nanti dirapikan
dulu. Dindingnya belum sempet dilukis. Rencananya nanti pasang wifi, biar pada betah yang nongkrong. Sesekali
bolehlah kita adakan program mendaki bareng? Emang Lo nggak kangen apa naik
gunung?” Sungging bibirnya nyengir Badak. Matanya melirik ke arah saya, sambil
mencairkan coklat di panci.
“Hehe... Ya, nantilah. Lihat jadwal
kenegaraan dulu. Haha...”
Ini saya intipkan menu yang sempat diabadikan dalam jepretan kamera. Kalau ngiler, segera saja meluncur ke TKP. Jangan lupa bawa uang. Hehe...
Keramahan adalah warisan budaya nenek moyang. Mari kita lestarikan bersama. Asal jangan melestarikan pasanagan orang. Nyari ribut itu namanya. Hahaha...
Ini saya intipkan menu yang sempat diabadikan dalam jepretan kamera. Kalau ngiler, segera saja meluncur ke TKP. Jangan lupa bawa uang. Hehe...
Keramahan adalah warisan budaya nenek moyang. Mari kita lestarikan bersama. Asal jangan melestarikan pasanagan orang. Nyari ribut itu namanya. Hahaha...