“Aku tak
pernah berdoa. Tapi, jika kau mengeluarkanku dari keadaan ini. Akan kulakukan setelah ini.”
Perempuan
berambut pirang itu khawatir. Ditambah lagi ketika dilihatnya thermometer menunjukkan angka 105
derajat. Kamar temaram. Hanya secuil cahaya menerangi dari jendela yang setengah
terbuka. Angin menggoyangkan tirai.
“Oh, Tuhan, 105 derajat. Baiklah aku
akan membawanya ke kamar mandi dan menelpon dokter.”
Di atas tempat
tidur. Susan, gadis mungil berusia tujuh tahun itu mengulurkan tangan kirinya,
mencoba meraih tangan Lelaki berpakaian serba hitam. Lelaki itu duduk di
samping ranjang. Datang untuk menjemput Susan. Tapi, ibunya tak dapat melihat
sosok lelaki itu.
“Dingin…”
“Aku tahu,
Nak. Bertahanlah.”
Dengan
tergesa ibunya merendam Susan ke dalam sebuah bath up. Kemudian segera menekan sederet angka telepon genggamnya.
“Dingin
sekali, Bu…” Erang Susan sambil menangis.
“Susan..
Susan…!”
Dialog di
atas adalah scene pembuka film, “City
of Angel.” Entah sudah berapa kali saya menontonya. Mungkin lebih dari sepuluh
kali. Pertama kali saya menontonnya ketika film itu diputar di salah satu
stasiun televisi. Setelah dibawa ke rumah sakit, akhirnya Susan meninggal.
Dari balik
kaca, kamar rumah sakit. Arwah Susan berdiri mengamati ibunya yang menangis. Di
atas ranjang beroda, tubuhnya ditekan-tekan dengan alat pemicu jantung. Dua
orang perawat menekan-nekan dadanya. Di samping Susan berdiri sosok berpakaian
serba hitam yang ditemuinya di dalam kamarnya beberapa waktu yang lalu.
“Apakah kamu
Tuhan?”
“Tidak,
namaku Seth.”
“Kemana kita
akan pergi?”
“Ke rumah”
“Can Mommy
come?” (ini salah satu adegan yang
saya sukai)
“Apakah ibu
akan mengerti?”
“Ya, dia akan
mengerti… Suatu hari nanti.”
Keduanya berjalan
bergandengan tangan. Berjalan melewati koridor rumah sakit
“Bisakah aku
menayakan sesuatu?”
“Ya?”
“What do you
like best?”
“Pajamas”
Bintang utama
film ini adalah Nicholas Cage sebagai Seth Plate dan Meg Ryan sebagai Maggie
Rice. Seth Plate adalah malaikat yang yang akhirnya jatuh cinta kepada sosok
Maggie. Seorang doktor spesialis yang idealis, cantik, berkarakter kuat,
cekatan sekaligus “angkuh.” Sejauh berkarier sebagai seorang dokter Maggie
belum pernah sekalipun gagal dalam menangani pasiennya. Sampai akhirnya seorang
lelaki meninggal di meja operasinya. Kegagalan itu membuat Maggie depresi.
Terlebih setelah dia dengan berat hati mengatakan kepada keluarga si pasien
bahwa suaminya tidak dapat diselamatkannya.
“Harusnya dia
hidup. Ini text book sekali.” Di
tangga darurat Maggie kembali menyesali kekeliruannya tentang kondisi pasienya.
Lalu sedikit demi sedikit dia menyadari kekeliruannya tentang hidup dan mati.
Bahwa apa yang diusahakannya. Apa yang dilakukannya sebagai seorang dokter
bukanlah hal yang menyelamatkan pasiennya. Pada satu kesimpulan bahwa dia tidak
berkuasa atas hal apapun mengenai hidup dan mati pasien di mejanya.
Seth Plate
adalah malaikat yang bertugas mendampingi manusia. Dia tertarik sekali dengan sisi-sisi
kemanusiaan. Mulai dari menyentuh tangan, mengecap rasa, hingga akhirnya dia
jatuh cinta pada Maggie. Sejauh ini Seth Plate selalu mengawasi gerak-gerik
Maggie. Membuntuti ketika Maggie putus asa. Hingga suatu saat mereka akhirnya
bisa bertemu. Serendipitious, yakni
kondisi di mana dua dunia yang berbeda itu bisa terhubung. Maggie bisa melihat
Seth Plate sebagaimana manusia.
Tatapan mata
Seth Plate yang cool dan pertanyaan
yang terkadang “konyol” membuat Maggie merasa nyaman. Seth Plate sering
bertanya tentang bagaimana rasa buah Peer. Karena di dunia malaikat tak pernah
tahu apa itu rasa. Film ini beberapa kali menampilkan buku Ernest Hemingway, “Moveable
Feast.” Malaikat adalah sosok yang menyenangkan bagi siapa saja termasuk Earl.
Anjing milik Maggie.
Selama di
rumah sakit Seth Plate bertemu dengan Nathaniel Messinger. Seorang malaikat
yang lebih dulu melakukan tranformasi. Messinger jatuh cinta pada Hanna. Dan
pada akhirnya dia jatuh dari ketinggian dan memilih menjadi manusia. Messinger
mempunyai keluarga yang bahagia. Dan sudah mempunyai anak dan cucu.
Selalu ada
pemahaman yang baru, ketika saya menonton ulang film ini. Saya menemukan banyak
sekali kata-kata indah di dalamnya. Suatu ketika Seth Plate dan Cassiel, teman
sesama malaikat mengadakan ritual rutin. Yakni mendengarkan suara suci yang
hanya di dengar saat matahari terbit dan tenggelam. Dia menceritakan bahwa
Susan ingin sekali menjadi malaikat.
“Katakan saja
bahwa manusia dan malaikat itu berbeda,” jawab Cassie.
“Tidak
semudah itu mengatakannya pada anak kecil. Pernah ada keinginanku untuk
memberikannya sayap kertas. Tapi Susan menjawab. Apa gunanya punya dua sayap yang tidak bisa menerbangkanmu, dan kau tak
bisa merasai angin yang menerpa wajahmu.”
Beberapa
kebiasaan malaikat adalah berkumpul di perpustakaan kota. Di perpustakaan,
Maggie pamit pada Seth Plate. Bahwa dia akan menikah dengan pacarnya. Karena
dia dan pacarnya sama-sama manusia. Karena dorongan inilah Seth Plate akhirnya
memutuskan untuk jatuh dari gedung tinggi dan menjadi manusia. Setelah menjadi
manusia dia lari ke rumah sakit. Di tengah jalan dia berusaha bertanya pada
tiga orang perempuan China pengasuh bayi. Sayangnya setelah menjadi manusia
kemampuan mengetahui semua bahasa, pergi secepat kilat, membaca pikiran dan
kemampuan lainnya lenyap. Jadi terasa lucu. Ketika para pengasuh bayi itu
marah-marah dalam bahasa China. Sama lucunya ketika seorang menyanyikan lagu
dengan gitar kecil, “Spiderman… Spiderman, Where are you, Spiderman,” dalam fil
Spiderman pertama.
Adegan lucu
juga terjadi di awal film. Saat Maggie selesai mengoperasi, saat membereskan
peralatan operasi, seorang perawat berkata, “Sial, di mana sponnya?” (hehe…
kejadian mal praktek yang sering terjadi di beberapa kasus rumah sakit).
Sayangnya
film ini berakhir dengan suul khotimah
:P alias sad ending, sesaat ketika
akhirnya Seth Plate berlari mencari Maggie dan setelah mereka bertemu. Pagi
harinya Maggie menabrak sebuah truk besar yang memuat kayu gelondongan. Maggie
meninggal di pelukan Seth. Sebelum meninggal Maggie berkata pada Seth. Bahwa
jika nanti ada malaikat yang bertanya, apakah yang aku sukai, aku akan
menjawab; kamu.
*****
“Aku tak
dapat melihatmu, tapi aku dapat merasakan bahwa kau disana.” Kalimat ini
diucapkan lebih dua kali di dalam film ini. Pertama ketika Seth Plate menunggui
Messinger. Dan kedua di beberapa menit sebelum ending, percakapan antara Cassiel dengan Seth setelah pemakaman
Maggie.
Di akhir cerita
Cassie menemui Seth Plate yang sedang bersedih.
“Apakah Tuhan
akan menghukumku?”
“Kau lebih
tahu dari pada aku. Inilah kehidupan. Kau hidup sekarang. Dan suatu hari kau
akan sekarat… Seperti apa rasanya?”
“Apa?”
“Kehangatan?”
“It’s
wonderfull”
“Jika kau
menyadari dari awal bahwa semua akan terjadi seperti ini, apakah kau tetap akan
melakukannya?”
“Lebih baik
sekali aku bisa membaui rambutnya, menciumnya, menyentuh tangannya daripada
hidup abadi tanpa pernah bisa merasakannya…. Sekali saja.”
Pesan kuat dari film ini adalah penggambaran
bagaimana dahsyatnya kekuatan cinta. Cinta mampu membuat malaikat melepaskan
jubah kesuciannya, jubah keabadiannya dan rela menderita menjadi manusia. Juga
pesan religius bahwa pada hakikatnya apapun yang kita lakukan sejatinya kita
tidak dapat menentukan hasil akhirnya. Empat jempol saya untuk film ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar