Social Icons

Halaman

6 Agu 2014

Dialog Kesunyian



Ramadhan telah pergi, lebaran pun telah usai, namun pertanyaan yang tak kunjung terjawab itu semakin datang memenuhi kepala. Selama liburan kemarin, sebenarnya aku ingin sekali membaca ulang Tetralogi Buru atau Arok Dedes-nya Pram, sayangnya semua bukuku dipinjam teman, sungkan rasanya untuk meminta agar segera dikembalikan.

Dalam beberapa hari ini aku sering bermimpi, sama seperti mimpi-mimpi sebelumnya, kebanyakan kabar tidak menyenangkan. Ada pepatah yang mengatakan bahwa kebahagiaan yang terbesar adalah jika setiap mimpi menjadi kenyataan, tidak, tolong pikirkan dulu jika mimpi yang menyata itu adalah mimpi buruk. Awalnya seperti kau menonton sebuah film yang diulang, atau sebuah kejadian yang dikenal dengan de javu. Kau akan melihat seorang pedagang mie tek-tek datang setelah seorang anak kecil berlari menendang bola, lalu tepat ketika bola itu melambung ke langit tiba-tiba muncul sepeda motor dengan kecepatan tinggi menabrak anak kecil itu hingga menemui ajalnya.

            Bayangkan jika kejadian seperti itu ada di kehidupan nyatamu. Kau akan menyaksikan orang-orang terdekatmu menemui malaikat maut. Namun kau hanya dapat menyaksikannya tanpa dapat merubah atau menundanya barang sedetik pun. Apa perlunya Tuhan memberikan informasi semacam ini pada seseorang? Kadang aku berpikir; mungkin Tuhan sedang kesepian. Seperti kata seorang filosof, dulu Tuhan sendirian, karena dia kesepian maka satu demi satu dibuatlah galaksi, lalu bumi ditumbuhkan dengan berbagai macam tanaman, bebatuan, hewan, dan manusia. Lalu setelah itu Tuhan mulai menciptakan kesedihan, kebahagiaan dan berbagai macam skenario kehidupan.

            Di saat keponakanku terlelap, aku membongkar kembali tumpukan buku yang ada di lemari. Kutemukan sebuah novel dan kumcer. Aku kaget, ternyata dulu aku pernah membeli kumcer yang diterbitkan oleh Lingkar Pena Publishing House. Ya, sebagian besar ceritanya semacam itu. Cerpen yang setiap endingnya ‘harus’ menginsyafkan pembacanya. Novel yang kutemukan adalah novelnya Orhan Pamuk yang berjudul Yeni Hayat atau Kehidupan Baru, terjemahan Serambi. Novel ini pernah dua kali kubaca, sayangnya tidak selesai. Lalu demi mengusir kebosanan, novel itu kubaca lagi. Ternyata benar kata seorang kawan, bahwa membaca Pamuk tidak boleh tergesa-gesa, mesti dinikmati paragraf per paragraf. Rasanya aku ingin sekali segera menamatkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates