Social Icons

Halaman

30 Apr 2014

Perempuan-Perempuan Pram.



Siang ini, tiba-tiba saja saya kangen dengan Pram. Sudah lama sekali saya tidak membaca karyanya. Tentu karena alasan klasik. Susah menemukan beberapa judul buku yang tidak diterbitkan lagi dengan alasan ini itu. Tadi malam, saya ngobrol dengan seorang cerpenis (Ikal Hidayat). Dari obrolan ngalor-ngidul itu saya jadi ingin menulis. Salah satunya perihal perempuan-perempuan yang “diciptakan” Pramoedya Ananata Toer.

Mungkin sudah dua tahun lebih saya tidak membaca karya Pram. Buku terakhir yang saya baca adalah “Jalan Raya Pos” (Tidak selesai). Sebelumnya saya membaca “Cerita Calon Arang.” Beberapa alasan kenapa saya sampai saat ini mengagumi sosok Pram, adalah karakter-karakter yang diciptakannya begitu kuat. Dan satu tokoh perempuan yang sampai saat ini membuat saya jatuh hati adalah “Nyai Ontosoroh.” Saya menemukan sebagian kecil karakter Ibu saya yang melekat pada diri Nyai Ontosoroh. Nyai Ontosoroh adalah seorang gadis pribumi yang menikah dengan orang Belanda. Selama menjadi istri, (dalam bahasa sebenarnya istri simpanan, selama Tuan Mellema tinggal di Indonesia)

Nyai adalah gelar yang disematkan kepada seorang perempuan yang “dinikahi” oleh orang Belanda berpangkat. Selama menjadi “Nyai” inilah Ontosoroh belajar. Bertransformasi. Dari perempuan pribumi kebanyakan, yang pemalu, pendiam, tumbuh menjadi seorang perempuan yang merdeka, gemar membaca buku, majalah  berbahasa Belanda, diskusi dengan suaminya. Konflik yang diolah Pram begitu indah. Bagaimana Nyai Ontosoroh bangkit dari cemoohan masyarakat waktu itu. Kemudian meneruskan kembali usaha alm suaminya. Tapi sayangnya darah kemandirian itu tidak tumbuh pada diri Annelis, buah cinta Nyai Ontosoroh dengan suaminya. Annelis tumbuh menjadi sosok gadis cantik. Layaknya gadis idaman kebanyakan pria dan wanita sekarang. Rupawan. Dengan darah campuran Indonesia dan Belanda, tentunya bisa dibayangkan bagaimana wajah noni Annelis. Jika salah satu tetralogi Buru difilmkan

Maaf kalau sebagian Pramis (Sebutan penggemar dan ‘anak ideologis’ Pram) tidak setuju dengan pendapat pribadi saya ini. Bagi saya sosok Annelis itu adalah sebuah dilema. Perpaduan dua budaya. Antara Eropa dan Pribumi. Sayangnya Annelis tumbuh menjadi gadis yang rapuh. Dan sangat mengharukan ketika adegan di mana Annelis harus di bawa ke Belanda. Karena hukum yang berlaku saat itu. Akibat dari kematian Tuan Mellema. Sepanjang perjalanan. Di dalam kapal. Annelis dideskripsikan secara menyedihkan oleh Pram. (Bahkan digambarkan dengan ngompol dan berak di tempat_ Semoga ingatan saya tidak salah. Karena saya sudah lama tidak membaca tetralogi Buru).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates