Social Icons

Halaman

26 Mei 2014

Yakin Elu Pendaki?


          Kenapa harus ke gunung, Sob? Nggak harus, sih. Tapi, menurut Gue “liburan” ke gunung itu penting. Pertama di gunung mana pun, sampai saat ini nggak ada istilah rasis. Beda ideologi partai juga diterima, Sob. Apalagi beda aliran agama. Kamu mau LDII, Muhammadiyah, NU, Syiah, Islam kejawen, Kristen, Budhis, bahkan atheis saja boleh Sob naik gunung. Nanti pas nunjukin surat ijin masuk (SIMAKSI), nggak bakal ditanya, ”Maaf, anda Islamnya apa? Anda ini PKS apa PKB? Anda milih Jokowi apa Prabowo?” Hehe... (Kalau ada yang naya begitu. Pasti Ranger-nya sarap. Kalau nggak mungkin Ranger baru dan sudah dapat selipan amplop, Sob... :P)

Pertama,  (Kali ini Gue nggak cengengesan). Ini alasan Gue rada ilmiah dikit, Sob. Silakan telusuri kembali, para nabi, orang suci, sufi atau orang-orang terpilih setidaknya pernah menghabiskan beberapa hari di gunung. Sebut saja nabi Musa. Saat menerima sepuluh perintah Tuhan, beliau sedang berada di gua Sinai. Nabi Muhammad sebelum menerima wahyu pertama, beliau menyendiri di dalam gua Hiro’ dan letak gua itu berada di sebuah bukit yang bernama bukit Cahaya. Nabi Ibrahim, Mulla Shadra, mungkin masih banyak contoh yang mungkin tidak bisa Gue sebutkan satu persatu.

Kedua, paling tidak dengan jalan ke gunung, kamu akan menemui satu hal yang baru. Jika biasanya Kamu ke pantai, atau ke tempat liburan di tengah kota, semisal kebun binatang atau wahana buatan, Kamu pasti menemukan perempuan-perempuan yang memakai pakaian yang tidak senonoh, Sob. Yang begitu deh... (Eciee... Gue sok munafik banget yak). Hehe... Yah, ini berkat doa temen Gue yang bekerja di majalah Islami, Sob. Katanya nulis itu harus di sisipi nilai yang Islami. Omaigat... Muka Gue saja nggak Islami, Sob. :D. Nanti kalau ada temen cewek Lo yang mau foto pakai tengtop di Mandalawangi atau Sendang drajat, bilangin ke sananya pas musim kemarau. Ntar, Gue yang moto deh... Wkwkwk... :P (FYI: Sob, di beberapa gunung tertentu  itu dinginnya angin kemarau terkadang lebih dingin dari pada di musim penghujan).

Ketiga, naik gunung itu capek. Nah, lho... ya iyalah... kalau mau nggak capek mah ke salon keles... hehe... (Sambil kedip-kedip mata, jari ngetril pula). Pernah dengar kalimat di gunung tempat merenung. Nah, paling tidak di sana kamu bisa melepas penat, Sob. Yang lagi patah hati, yang lagi galau digantung mulu, yang lagi banyak persoalan. Sesekali cobalah liburan ke gunung. Bolehlah kamu liburan naik bianglala, naik apa itu coster-costeran (Heh... Inget cerpen seorang temen yang nulis “gesper-gesperan”) pokoknya liburan yang bisa buat kamu teriak kuenceeeng, teriak lepas. Nah, pas teriak sih lega, tapi pas balik kosan atau rumah persoalan itu kembali menikam dirimu dari segala penjuru mata angin, Sob. Kamu tinggal ucapkan doa kaya neneknya Peter Parker pas mau ditangkep sama Green Goblin. Yang tembok rumahnya dibobol. (Hehe... Green Goblin yang “ngaminin.”)

 Ada makhluk kedamaian yang Tuhan titipkan di gunung, Sob. Di sana kamu bisa lebih merenung tentang siapa dirimu. Lebih bisa mengenal karakter seseorang. Bener deh, cara cepat buat mengetahui seseorang itu bagaimana? Salah satunya, ajak dia naik gunung. Temen yang kamu kira pemberani tiba-tiba saja kelihatan penakutnya, yang pura-pura baik, yang sok perhatian, yang maunya menang sendiri, yang munafik (Ini Gue banget, Sob). Pasti segera ketahuan. Di gunung, Sob. Bukan di mall atau di kebun binatang.

****

Cuma kadang-kadang memang tak semua orang punya niat yang sama. Kan semua tergantung niatnya, kata temen Gue, sih, begitu. Ya harap berhati-hati saja kalau naik gunung yang dekat-dekat dengan perkotaan, semisal gunung Gede-Pangrango. Apalagi kalau nge-camp di bawah, di dekat warung Mang Idi. Soalnya pernah kejadian ada tangan-tangan “pemelihara” di sana, Sob. Jadi saking besarnya rasa ingin melindungi, dia ikut melindungi dompet, BB, punya temen, Sob. Bahasa halusnya copet di malam hari, Sob. Kalau bisa, lebih baik nginep aja di warung deket-deket Mang Idi dan sekitarnya. Lebih enak, bisa sambil minum air jahe, atau makan pisang goreng. B=)

Ada beberapa hal yang kadang lucu, trus miris buat Gue, Sob. Misalnya pernah satu dua kali Gue nemuin botol air mineral yang berisi cairan kuning, gue kira minuman ekstra punya tetangga sebelah. Biar jos, gitu. Atau minuman punyanya almarhum Mbak Marijan yang “rosa-rosa” itu. Eh, ternyata isinya air seni, Sob. Ya kalau mau Pepsy-Pepsy aja, Sob. Tapi, mbok ya cari tempat yang elegan. Yang rimbun, yang agak tersembunyi. Sama kalau mau buang hajat, lakukan dengan cara berguru sama kucing, Sob. Untuk hal ini sering kali Gue nemuin itu hajat dibuang sembarangan. Nggak ditimbun. Dan akhirnya keinjek kaki. Oek... Pliss jangan dibayangin, Sob. 

Buang sampah sembarangan. Ini tampaknya sudah jadi budaya yang susah buat beberapa pendaki. Memang sih, nggak semua, tapi kebanyakan seperti itu, Sob. Setidaknya menurut penelitian beberapa ilmuan, sampah plastik itu butuh waktu sepuluh sampai dua puluh tahun untuk diurai tanah, Sob. Jadi sebaiknya bawa kantong sampah sendiri. Pungut bungkus permen, botol air mineral punya kamu mau pun yang kamu temui sepanjang jalur pendakian, Sob.

Vandalisme. Ini nih yang keren. Nggak di mana-mana. Boleh lah kalau pengin di kenang. Tapi, mbok ya yang elegan. Kenangan nggak harus ditulis di batu, diukir di pohon a, Sob. Apalagi pakai spidol anti air, cat sprayer, gores pohon dll. Ukirlah kenanganmu dengan prestasi, Sob. Ya kalau nggak sekarang kan sudah jamannya sosial media. Bolehlah kamu norak-norak di sana. Lebih keren lagi tulis di blog atau tulis menjadi cerpen atau kisah inspiratif (Hehe... Padahal Gue juga belum pernah nulis). By the way katakan tidak pada korupsi, eh... katakan tidak pada vandalisme.

***

Trus apa saja yang sebaiknya diperhatikan selama perjalanan. Ada istilah tak ada seorang profesional yang tidak memulai karirnya dari seorang amatir. Sama. Gue juga masih amatir soal jalan-jalan di gunung. Berikut ini beberapa tips yang pernah temen-temen Gue kasih. Siapa tahu bermanfaat dunia akhirat (mudah-mudahan dengan tulisan ini Gue bisa masuk Surga...  *. Sambil teriak Aamiin yang kuenceng)

1.      Riset lokasi tujuan
Ini penting sekali sodarah-sodarah. Dunia semakin canggih semenjak nenek moyang kita yang berambut pirang nemuin internet (info tentang lokasi pendakian bisa dicari dengan cara googling, baca dari website atau baca blog). Atau baca buku, cari info tentang lokasi yang akan dituju. Cari jalur transportasi termudah yang bisa dijangkau. Sekalian ngitung berapa perkiraan ongkos yang diperlukan.

2.      Sedia payung sebelum ke pemakaman
Siapin peralatan perang yang lengkap, Sob. Siapkan carrier, pakaian ganti, jaket, sarung tangan, nesting, kompor, tabung gas (yang mini, ye? Jangan tabung gas yang 5 kiloan... :D), tenda, matras, head lamp/lampu senter, jas hujan, korek api dsb. Dan sebaiknya pesiapkan dua atau tiga hari sebelum hari keberangkatan, Sob. Biar tidak ada yang tercecer atau kelupaan.

3.      Logistik
Ini penting bingit, Sob. Hitung dengan tepat atau sebaiknya dilebihin dari jatah paling minimal. Misal mau pergi lima orang, sebaiknya logistik dihitung untuk enam atau tujuh orang. (Ini bahasa jawanya buat wanti-wanti alias jaga-jaga kalau ternyata ada beberapa hal yang tidak diinginkan dalam perjalanan sehingga kita harus nge- camp lebih dari tenggat waktu yang direncanakan). Ya, setiap orang pasti ingin sesuatu itu berjalan sesuai rencananya, Sob. Tapikan... tapikan kita ini hanya makhluk kecil yang hina, Sob. Ada tangan yang lebih berkuasa. Ada sebaik-baik pembuat rencana. Kalau pesannya Ronggo Warsito, sak bejo-bejaning wong kang lali, luwih becik wong kang eling lan waspodho. 

Sebenarnya lebih praktis dan enak kalau kita bener-bener bisa ngepasin logistik, Sob. Jadi tidak ada istilah “keberatan barang.” Biar enak bawa beras secukupnya, misal perjalanan dua hari, cukup sekali saja makan besar (baca= makan pakai nasi). Selebihnya cukup makan pakai mie instan (bawa mie instan yang versi dalam cup). Bukan niat iklan ya, bawa saja popmie atau sejenis itu, Sob. Biar enak nggak repot bawa piring dan bawa sampahnya juga nggak terlalu berat.

Bawa kopi, teh atau susu yang sachet saja, itu tadi biar praktis. Jika terpaksa bawa lauk berupa sarden dalam kaleng, ya, nggak ada salahnya. Cuma resiko diberat carrier saja, Sob.

4.      Obat-obatan.
Buat jaga-jaga saja, Sob. Bila mendaki dalam kelompok besar hal yang paling sering Gue tanya adalah apakah ada yang punya record penderita penyakit nafas, hal-hal semacam ini yang kadang diabaikan dalam pendakian massal dan sering berakibat fatal. Yang sering bermasalah dengan sakit perut, pusing dan panu ;P ya sediakan obatnya. Paling tidak sedia koyo, balsem pereda nyeri otot, atau minyak kayu putih.

5.     Ini yang paling penting. Sediakan boneka Masha atau Sponge bob. BUAT APA? Buat menemani malammu dalam tenda, di saat hujan, kan bisa kamu peluk. Hahah... becanda. (jangan sekali-kali bawa barang yang sekiranya membebani dalam perjalanan, Sob. Sekiranya nggak perlu nggak usah dibawa, semisal boneka, botol minuman (semacam tupper ware) kenapa? Karena faktor berat. Bawa saja botol air mineral biasa, soalnya nanti bisa dikempesin sampahnya.

6.     Jika kamu berpergian dalam jumlah banyak, misalnya enam atau tujuh orang, paling tidak susunan pendakinya bisa (minimal 2-3orang yang sudah sering naik) selebihnya bisa sekedar anak-anak alay yang chiby-chiby gitu deh. Trus nggak usah sok-sok-an bawa carrier gede semua. Tenda cukup dua (dibawa yang sudah expert alias sudah sepuh :D) yang chiby-chiby suruh saja bawa tas yang kecil seperlunya. Buat meminimalisir jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan semisal ngedrop selama perjalanan.

Okeh, gitu aja Gue nulisnya. Sori yang keberatan Gue nulis dengan bahasa yang “nggak Gue banget” (ini lagi error) paling tidak seandainya Elu-elu pade bangga dengan olah raga ini, tolong jangan buang sampah sembarangan. Berbagilah dengan yang membutuhkan selama perjalanan. Puncak itu nggak penting, Sob. Yang lebih penting adalah perjalanan mengenal siapa diri Eluh... hastag cieee. 

Sekarang Lu sudah yakin bahwa Elu seorang pendaki? Kalau Gue sih No, nggak tahu kalau Mas Anang... :D

Berikut foto-foto gokil yang sempet diambil sama jurkam, bukan juru kampanye melainkan juru kamera.


Bukan "Last Supper"


Terindikasi bukan lelaki sejati
                                             


Hitler pasti bahagia di sana, jika melihat foto ini :D
         


Aku selalu ada untuk kalian
                                             


Mereka yang terusir dari Surga
                                                


Bahagia itu ketika melihat orang lain bahagia
                                


Sayangnya bukan Julia Perez, Dewi Persik atau Siti Badriyah :D
                                                  


Sang pengumpul botol bekas
                                          


Sang Dukun (Tapi bukan dukun cabul :D)
                                                      


The Green One
                                                




 
 
Blogger Templates