Social Icons

Halaman

26 Feb 2014

Mungkin Sudah Waktunya Memilih.



           “Le, Ente buat biodata dulu, urusan yang lain, nanti Ane yang urus.”

Kalimat itu meluncur dari seorang teman yang selalu memanggil saya dengan sebutan, “Thole atau Le.” Yang berarti adik. Seseorang yang sudah saya kenal dari tahun 2000an. Salah satu orang yang punya pengaruh di salah satu partai yang konon berasaskan Islam. Orang yang sama, yang menelpon saya malam hari, sekitar jam sebelasan malam. “Le, Ente sudah siap belum?”

Pertanyaan yang saya jawab dengan tertawa. Pada saat yang sama ketika saya sedang mengerjakan tugas kuliah. Selidik punya selidik, perempuan yang diajukan dulu adalah salah satu teman sekelas. Kenyataan ini baru saya ketahui beberapa bulan belakangan. Sebenarnya, Saya bukan anti dengan cara perkenalan semacam itu. Pertama, saat itu saya memang belum menargetkan untuk menikah. Masih ada beberapa rencana kecil yang saya simpan di kepala saya. Dan janji pada ibu saya yang belum saya tunaikan.

Kedua, saya merasa bahwa kehidupan saya dari dulu hingga sekarang, saya rasa tidak se-Islami sesuai yang tertera dalam pemahaman syari’at mereka. Saya merasa kasihan, nanti kalau ternyata ada seorang Akhwat yang kecewa pada perantara itu, lantaran mendapatkan suami yang urakan dan tidak syar’i.

******

Di bawah ini saya tuliskan anekdot yang terlintas di kepala saya, ketika sudah males harus menjawab apa jika ditanya seputar nikah. Kadang kesel, kadang cengengesan, kadang marah. So... cekidot.

“Kapan nih, lama amat?”
“Iya, besok.”

Versi lain

“Kapan Lu ngundang-ngundang?”
“Nanti malam ya?”
“Beneran?”
“Iya, undangan Yaa siinan.”

Versi lain

“Lu, terlalu pemilih kali?”
“Bro, emak Gue aja yang beli panci di pasar yang ada garansinya tiga hari. Itu saja masih nawar sepanjang kereta. Masih milih dua tiga jam. Nah, masak yang urusan seumur hidup, Gue nggak milih-milih. Kan ada aturan yang jelas. Kalau tidak cocok tak semudah menukar panci.”

Versi lain

Saat kondangan Saya ketemu seorang kawan. Dan dia bertanya pada saya.
“Kok kodangannya sendirian.”
“Pemberani itu... Kondangan datang sendiri, Cin... :P”


           ******

Kini, tiba-tiba saja tawaran itu kembali terkuak dari long term memory saya, setelah beberapa kali ibu saya menanyakan baik secara tersirat maupun terang-terangan. Oke, ya sudahlah, saya akan buat deh biodata yang dimaksud. Cuma persoalan muncul, apa yang harus saya isikan di dalam biodata saya tersebut? Apakah perlu adanya isian bahwa saya pernah ditolak berapa kali? Pernah di PHP-in berapa kali dan pernah mutus cewek berapa kali? Haha... Cuma bercanda jangan dimasukkan dalam hati. Masukin kantong plastik aja. Bungkus, kasih label harga, terus jual di mini market. Haha... dasar, gantheng lu... (Saya mulai belajar untuk tidak menggunakan kalimat makian yang merendahkan orang lain semisal bego, goblok, tolol, jelek. Takut yang kena tersinggung, Cin)

Setelah saya browsing sebentar di salah satu laman yang mengatasnamakan Islam. Saya download format biodata tersebut, saya cuma bisa melongo kayak kebo dongo. Heheh... soalnya kenapa kok rasa-rasanya ada sesuatu yang tidak “sreg” di hati saya. By the way, mungkin jika memang jalannya harus begitu ya mau bagaimana lagi. Semua akan saya tunaikan secara sah. Menurut adat dan ketentuan yang berlaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates