“Le, Ente buat biodata dulu, urusan
yang lain, nanti Ane yang urus.”
Kalimat itu meluncur dari seorang
teman yang selalu memanggil saya dengan sebutan, “Thole atau Le.” Yang berarti
adik. Seseorang yang sudah saya kenal dari tahun 2000an. Salah satu orang yang
punya pengaruh di salah satu partai yang konon berasaskan Islam. Orang yang
sama, yang menelpon saya malam hari, sekitar jam sebelasan malam. “Le, Ente
sudah siap belum?”
Pertanyaan yang saya jawab dengan
tertawa. Pada saat yang sama ketika saya sedang mengerjakan tugas kuliah. Selidik
punya selidik, perempuan yang diajukan dulu adalah salah satu teman sekelas.
Kenyataan ini baru saya ketahui beberapa bulan belakangan. Sebenarnya, Saya
bukan anti dengan cara perkenalan semacam itu. Pertama, saat itu saya memang
belum menargetkan untuk menikah. Masih ada beberapa rencana kecil yang saya
simpan di kepala saya. Dan janji pada ibu saya yang belum saya tunaikan.
Kedua, saya merasa bahwa kehidupan
saya dari dulu hingga sekarang, saya rasa tidak se-Islami sesuai yang tertera
dalam pemahaman syari’at mereka. Saya merasa kasihan, nanti kalau ternyata ada
seorang Akhwat yang kecewa pada perantara itu, lantaran mendapatkan suami yang
urakan dan tidak syar’i.
******
Di bawah ini saya tuliskan anekdot
yang terlintas di kepala saya, ketika sudah males harus menjawab apa jika
ditanya seputar nikah. Kadang kesel, kadang cengengesan, kadang marah. So...
cekidot.
“Kapan nih, lama amat?”
“Iya, besok.”
Versi lain
“Kapan Lu ngundang-ngundang?”
“Nanti malam ya?”
“Beneran?”
“Iya, undangan Yaa siinan.”
Versi lain
“Lu, terlalu pemilih kali?”
“Bro, emak Gue aja yang beli panci di
pasar yang ada garansinya tiga hari. Itu saja masih nawar sepanjang kereta.
Masih milih dua tiga jam. Nah, masak yang urusan seumur hidup, Gue nggak
milih-milih. Kan ada aturan yang jelas. Kalau tidak cocok tak semudah menukar
panci.”
Versi lain
Saat kondangan Saya ketemu seorang
kawan. Dan dia bertanya pada saya.
“Kok kodangannya sendirian.”
“Pemberani itu... Kondangan datang
sendiri, Cin... :P”
******
Kini, tiba-tiba saja tawaran itu
kembali terkuak dari long term memory
saya, setelah beberapa kali ibu saya menanyakan baik secara tersirat maupun
terang-terangan. Oke, ya sudahlah, saya akan buat deh biodata yang dimaksud.
Cuma persoalan muncul, apa yang harus saya isikan di dalam biodata saya
tersebut? Apakah perlu adanya isian bahwa saya pernah ditolak berapa kali?
Pernah di PHP-in berapa kali dan pernah mutus cewek berapa kali? Haha... Cuma
bercanda jangan dimasukkan dalam hati. Masukin kantong plastik aja. Bungkus,
kasih label harga, terus jual di mini market. Haha... dasar, gantheng lu...
(Saya mulai belajar untuk tidak menggunakan kalimat makian yang merendahkan
orang lain semisal bego, goblok, tolol, jelek. Takut yang kena tersinggung,
Cin)
Setelah saya browsing sebentar di
salah satu laman yang mengatasnamakan Islam. Saya download format biodata
tersebut, saya cuma bisa melongo kayak kebo dongo. Heheh... soalnya kenapa kok
rasa-rasanya ada sesuatu yang tidak “sreg” di hati saya. By the way, mungkin
jika memang jalannya harus begitu ya mau bagaimana lagi. Semua akan saya
tunaikan secara sah. Menurut adat dan ketentuan yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar