Social Icons

Halaman

24 Feb 2014

Terima Kasih Mantanku



Kita tinggalkan cerita sedih beberapa minggu ini “terpampang” di grup . Dari postingan saudara saya Azam yang “tertjintah.” Sebuah hal yang wajar, kalau yang namanya patah hati atau apa pun namanya, perlu sebuah tempat untuk meluapkannya. Dengan cara apa pun, sah-sah saja. Asal tidak merugikan siapa pun. Termasuk diri sendiri. Karena patah hati, saya pernah menulis sebuah kisah pribadi saya itu hampir 60 halaman. Namun, karena saya pikir, hidup saya harus berlanjut. Cukup dengan satu tombol di keyboard (Dell) dan satu penegasan, “apakah anda mau menghapus file ini?” Saya menekan tombol enter. Dan masa lalu itu saya anggap selesai. Meski tidak dipungkiri bahwa tidak semua bisa dihapus secepat memformat flash disk. (Perlu anda tahu, menulis 60 halaman adalah rekor yang belum dapat saya pecahkan sampai saat ini).

Sebab patah hati juga saya pernah mengarang lagu (Terinspirasi dari pernikahan yang saya hadiri. “Oh, kalau lagu seperti ini saya juga bisa”). Sebenarnya dua lagu yang saya tulis. Namun, untuk lagu yang pertama, saya tidak sempat merekamnya di ponsel, jadi lupa. Untuk lagu ke dua, baru kemarin saya melengkapi chord gitarnya. Itu pun saya lengkapi sebagai sebuah tanda syukur saya. Karena kemarin saya harus datang ke kondangan satu geng dengan ah... “mantan” saya dulu. Saya berdoa agar tidak bertemu dengannya. Dengan alasan apa pun. Alasan yang sebenarnya merupakan sebuah pembenaran bagi diri saya pribadi. Sebab saya juga butuh melanjutkan kehidupan saya.

Dulu sewaktu kuliah, saya pernah berucap dalam hati. “Saya membenci seorang lelaki yang memutuskan seorang cewek.” Mungkin karena seringnya saya, waktu itu menjadi teman yang selalu ada ketika beberapa cewek menjadikan bahu saya sebagai sandaran. Jiah... (GR banget Guweh... :P) mungkin karena itu merupakan alternatif terakhir. Namun, pada satu titik saya menyadari bahwa, itu adalah cara terbaik yang saya pilih di antara pilihan yang terburuk. Saya menjadi seorang yang paling saya benci; memutus seorang cewek.

Karena patah hati, seorang kawan pendaki saya. Mendirikan sebuah kedai. Semacam angkringan. Untuk membuktikan bahwa dia hidup. Dia bangkit dari keterpurukannya. Perlu anda ketahui. Bahwa sahabat saya itu mengetahui pacarnya menggandeng orang lain tepat di hari ulang tahun sang gadis. Saat itu dia berada di puncak Mahameru. Dan Gadis itu ada di sana bersama cowok lain. “Waktu itu gue niat lompat, Bro. Tapi ternyata, Gue rasa, hidup Gue lebih berarti dari pada sakit hati Gue.” Begitu tutur kalimatnya pada saya. Ketika sesi curhat beberapa waktu yang lalu di toko.

Karena patah hati. Teman yang sudah saya anggap sebagai kakak sekaligus “musuh” (dalam permainan Play Station) lebih fokus pada toko yang dia bangun. Dan minggu ini teman saya itu melepas kepergian kedua orang tuanya umroh. Salah satu cita-citanya beberapa malam ketika curhat dengan saya.

Well, untuk saudara saya yang “tertjintah”. “Wake up, Bro. Kowe ki cah lanang.” Kalau urusan patah hatimu itu masih sekedar cinta yang tak sampai. Atau penolakan karena sesi yang dianggap “Syar’i” itu. Masih banyak kisah sedih yang lebih dahsyat. So... Woles, Bro. Santai kayak di pantai.

 Tadi sewaktu saya berkendara di atas motor, perjalanan menuju toko, saya berfikir. Masih banyak waktu yang saya habiskan dengan “mantan” saya itu. Waktu yang saya habiskan dengan senang, gembira, dari pada masa sedihnya. Begitu juga dengan hidup. Masih terlalu banyak kesenangan yang saya dapati dari pada masa susahnya. Tapi, kenapa yang sering saya ingat adalah masa sedih saja? BETAPA NAIFNYA SAYA.   Begitu saja sodarah... Sodarah. Mari kita ceria, seperti Senin ceria di grup ini. Wa salam.
   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates