Social Icons

Halaman

12 Apr 2013

Buka Telinga Selebar-lebarnya



            Saya bukan penggemar musik. Senang, tapi tidak terlalu ngefans jenis musik tertentu. Meski pada awalnya saya agak “sensi” dengan keberadaan musik dangdut, bukan dalam hal bermusiknya, tapi dalam hal penyajiannya. Tahun 2002 ketika saya tinggal di daerah Jalan Katamso, Bandung, adalah pertama kali saya menyaksikan jenis musik dengan gaya tarian seronok. Beda sekali dengan di kampung saya. Baru beberapa tahun kemudian ketika dunia layar kaca heboh

            Mendengarkan musik adalah sebuah ritual khusus bagi saya. Ya, ketika  saya masih sekolah dulu, masih duduk di SMK, hiburan di rumah hanyalah televisi 14 inch hitam putih, dan radio tuner fm yang saya rakit sendiri seadanya. Dari dua alat paling canggih di rumah saya itulah, saya menikmati sajian-sajian entertainmen.

            Musik itu seperti ibu yang mendongengkan cerita sebelum tidur. Dari salah satu stasiun radio kesayangan, saya menikmati momen ketika “nglilir,” tiba-tiba terbangun, radio masih memutar beberapa lagu, meski kadang juga hanya noise, kebanyakan malah ayah saya yang mematikannya.

            Bertemu dengan banyak orang, banyak kepala, makin menambah sudut pandang dan pola pikir seseorang, termasuk saya.
“Enjoy saja. Dengar saja semua musik. Tinggal menikmati saja kok pakai protes.” Kata seorang teman.

            ###
           
Sebelum sholat jum’at saya iseng buka youtube, untuk mencari video clipnya musikkimia. Saya baru tahu nama band itu dari Mbak Echa. Lewat sebuah radio yang dinyalakan ketika minggu lalu kami berenam menikmati makan “kesiangan” di salah satu warung dekat Taman Ismail Marzuki.

            Pertama kali mendengar intro musiknya, saya teringat lagunya Goo goo dolls, iris. Saya bukan pemusik, kapasitas mendengar pun bisa dihitung sebagai pendengar paling cemen. Tapi saya menikmati grup musik ini. Rindu yang terobati, lebih tepatnya seperti itu. Judul lagunya, “Apakah Harus Seperti Ini.”

            Padi menjadi salah satu band kesukaan saya. Liriknya indah, musiknya pun tak kalah asik. Meski telah ganti nama atau mungkin hanya vakum, saya tidak tahu pasti. Yang penting nuansa yang di bawa oleh Musikkimia kental dengan Padi.

#####

“Enjoy saja. Dengar saja semua musik. Tinggal menikmati saja kok pakai protes.” Kata seorang teman.

            Dalam beberapa kesempatan, kalimat ini saya renungkan kembali. Jika manusia mempunyai sembilan lubang (dua mata, dua lubang hidung, dua telinga, satu mulut, satu lewat jalan depan dan belakang) ke semua lubang itu ternyata bisa kita kendalikan untuk membuka atau menutupnya. Misalnya kita bisa berhenti bernafas sejenak, bisa menutup mata, tapi tidak untuk telinga. Kita hanya bisa menonaktifkan pendengaran kita dengan cara menutup lubang telinga kita dengan tangan atau pun benda lain, atau ketika sedang tidak sadarkan diri (bisa karena pingsan atau sengaja tidur).

            Ada kalanya kita harus belajar dari telinga. Apa pun yang masuk, biarkan saja tetap masuk. Toh nanti pada akhirnya, ketika semua telah mengendap dalam kepala, kita bisa memilih dan memilah apa yang kita suka dan kita inginkan untuk menjadikan itu bagian dari diri kita atau membuangnya jauh-jauh. Cukup begitu saja.


Jakarta, 12 April 2013

Damar Panuluh Jiwo.
           
           
              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates