Social Icons

Halaman

16 Apr 2013

Otak Atik Gathuk (OAG)



            Anda pernah dengar istilah di atas? Jika belum, silakan googling. Hehe... :D, secara sederhananya OAG adalah metode yang diwariskan dari generasi ke generasi (khususnya orang jawa), metode untuk menyambungkan beberapa pemikiran, kata atau istilah. Awalnya saya mengira bahwa itu adalah metode konyol, pembenaran, dan segala hal tentang melakukan sesuatu di luar kaidah. Ternyata apa yang saya duga salah. Ada proses perenungan, pencarian makna dan tidak sekedar menggabungkan dua atau beberapa istilah. Khoirul Ma’ruf, seorang tetangga yang sudah saya anggap sebagai guru, sering berpesan pada saya,

“Kalau sedang nganggur, coba pikirkan sesuatu yang dekat denganmu, carilah makna dari pribahasa, carilah makna dari hal-hal yang sebenarnya terlihat sepele.”

            Dari pesan yang beliau sampaikan itu saya beberapa kali pernah berfikir tentang OAG. Dan di antaranya akan saya tuliskan sebagai berikut;

1.      Bener tur pener

Bener tur pener itu bermakna bahwa sesuatu hal yang benar, harus disampaikan dengan tepat. Suatu kebaikan harus disampaikan dengan sopan. Kebaikan,kebenaran dan keindahan adalah tiga saudara yang seharusnya selalu berjalan berdampingan. Ada contoh nyata;

Dulu ketika saya masih kecil, masih SD. Ada seorang tetangga yang hobinya mabuk-mabukan dan main judi. Sebut saja namanya Agus. Pada saat bulan Ramadhan datang, si Agus ini ikut sholat tarawih di mushola. Seingat saya itu adalah pertama kalinya saya melihat Agus sholat di mushola.

“Mestinya begitu, Gus. Tinggalkan masa lalu yang buruk, masak mau mabok-mabokan terus.”

Secara bahasa, apa yang disampaikan sang penceramah adalah sebuah nasihat kebaikan. Tapi, perasaan orang itu berbeda-beda, ada orang yang kelihatannya rocker, tapi hatinya begitu rapuh, begitu perasa, begitu halus. Dan wal hasil sejak saat itu Agus tidak muncul lagi di mushola, mungkin sampai saat ini. Mungkin niat sang penceramah baik. Tapi tanggapan perasaan Agus lain. Apa yang di lakukan oleh penceramah telah melukai harga diri Agus. Karena disampaikan di depan umum. Di depan orang banyak. Dia merasa dipermalukan di hadapan orang banyak.

######

Hampir setahun yang lalu saya ngobrol dengan Mas Ma’ruf, di rumah beliau. Sambil makan gorengan. Beliau mengambil Bakwan dan memotongnya menjadi dua, separuh diberikan pada saya dan separuhnya lagi beliau makan.

“Rasanya gimana, Gus?”
“Apanya, Mas?” Saya masih tidak tahu dengan pelajaran yang Mas Ma’ruf ajarkan.

Kemudian, Mas Ma’ruf mengambil Bakwan dari piring, menggigitnya, baru kemudian memotongnya, dan memberikan potongan yang telah dia gigit kepada saya. Saya sedikit menelan ludah. Kalau Bakwan ini saya buang, saya tidak sopan pada Guru. Tapi kalau saya makan, kok nelongso temen, Kasihan sekali nasib saya, memakan sisa makanan orang lain.

“Seandainya, kamu tidak mengenal saya, atau pun mengenal saya? Apakah yang saya lakukan ini sopan? Bagaimana perasaan kamu menerima ‘sisa’ makanan yang telah saya gigit?”

...... (hening beberapa menit)

“Coba kamu lihat potongan Bakwan tadi.”

Saya amati lagi potongan Bakwan yang ada di tangan saya, tak ada secuilpun bekas gigitan pada Bakwan yang saya pegang.

“Meskipun, saya memberimu potongan yang tak kena gigitan saya, secara unggah-ungguh, secara sopan santun, saya telah melukai dan bahkan merendehkan kamu di hadapan saya. Sekarang kamu ngerti?”
“Njih, Mas.”

Dan, begitu saja. Banyak hal yang seringkali kita anggap benar, namun kenyataannya malah menjauhkan seseorang dari kebenaran Tuhan. Semoga saya, anda, keluarga, dan bangsa ini terlindungi dari hal-hal yang demikian. Have a nice day, Everybody :D

(Bersambung)

Jakarta, 16 April 2013

Damar Panuluh Jiwo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates