Lima
atau enam mungkin bukan angka yang istimewa. Tapi tidak bagiku. Tidak untuk
hari ini. Hari ini adalah hari di mana tangis, tawa, usaha, kerja keras,
loyalitas dan tentu saja Tuhan bergabung di dalamnya. Enam tahun yang lalu,
tepatnya tiga bulan pertama adalah hari-hari di mana seakan neraka pindah ke
bumi. Tekanan, cercaan, nada-nada sumir, kegamangan menatap masa depan bersatu,
diaduk-aduk seperti rujak serut. Tiga bulan adalah waktu di mana bagiku tak ada
masa muda, tak ada libur, tak ada tawa.
Ya,
hari ini adalah hari bersejarah itu. Hari di mana dua manusia beda generasi,
beda agama, beda warna kulit, mencoba peruntungan dengan “berjudi” dalam
persaingan perdagangan yang sudah karut marut.
Kata
sang Nabi, cara untuk mengetahui perangai seorang sahabat itu dengan tiga cara;
berpergian, tidur bersama (jangan ditafsiri porno ya, maksudnya ya tidur bareng
yang sama-sama jenis), dan berdagang. Atau dalam versi lain, jangan pernah kau
kagum kepada seseorang itu dari sholatnya yang khusyuk, ujilah dia dengan uang
dan perdagangan.
Apakah
selama kurun waktu itu kami sudah sukses? Kalau ukuran sukses berupa angka yang
tertera dalam buku tabungan, atau angka-angka yang berderet di neraca dan
laporan keuangan maka jawabanya adalah belum. Masih jauh sekali dari target
yang ada. Tapi kalau tolok ukur yang diambil adalah persoalan “nilai” yang tak
berwujud dan tak bisa dihargai dengan materi, jawabannya seratus persen; sudah.
Aku
ingat pelanggan pertama kali yang membeli di toko kami. Bapak Idham. Seorang
petani. Tepatnya mungkin lebih dari itu. Seorang pemilik beberapa perkebunan
sayur mayur di daerah Bogor. Hari sabtu dia membeli sebuah monitor dan lcd
second, ukuran 17 inch. Burhan adalah orang pertama yang kulihat gemetaran.
Takut melihat mas Ekin, Bosku. Orang keturunan yang marah kalau kupanggil
dengan sebutan “koko.” Sampai sekarang pun dia sering kuledek dengan kata itu
kalau aku sedang “kesal.” Burhan, sales dari percetakan yang menawarkan jasa
pembuatan sticker garansi, stempel dan kartu nama. Pertama kali masuk ke toko
ketika aku sedang menggergaji batangan alumunium letter L, untuk membuat rak display
monitor dan meja tempat servis. Burhan ketakutan karena bosku waktu itu
rambutnya gondrong sebahu.
Terima
kasih pada Dia yang menghembuskan harapan, ketakutan, cemas serta ketenangan.
Kepada Dia yang tak pernah habis-habisnya menghamparkan rejeki kepada siapa
saja yang mencari. Terima kasih pada
semua pelanggan kami. Pak Wid dan pak Budi yang tak pernah bosan menawarkan
foto-foto karyawannya, Hehe... maaf pak diriku bukan barang dagangan :D, Sae
komputer masih setia menjual produk komputer dan asesoriesnya. Terima kasih
kepada Bu haji Idas, aku tetap bangga pada perempuan sepertimu, perempuan yang
kukira hanya ada dalam dongeng dan mitos.
Banyak
sekali pelanggan-pelanggan kami. Orang-orang mulia yang tak bisa kusebutkan
satu persatu, pak Joko juragan warnet, mas Agus WP sang hacker, Ko A Song sang
pembelajar meskipun pendengarannya terganggu, juga pada kawan-kawan dan
orang-orang yang selalu mendo’akan tanpa pernah kami memintanya. Terima kasih
sebesar-besarnya atas semuanya. Kepada kaum-kaum yang tertimpa ketidakadilan
pada tahun kelam itu, maaf aku belum bisa berbuat apa-apa.
Pasang
surut. Ganti personil. Mewarnai perjalanan toko kecil ini. Toko yang bagiku
sendiri adalah anak ruhaniku. Tempat di mana aku merasa “nyaman” kadang benci
juga. Tapi itulah hidup dan kehidupan. Kami terus belajar karena kami tak
pernah sempurna. Maaf kepada pelanggan kami yang kurang puas dengan pelayanan
kami yang tak sempurna.
Jika
cinta adalah persoalan pasang dan surut, jika cinta adalah persoalan perasaan
yang turun naik, jika cinta adalah bagaimana cara mengelola emosi, maka kami
adalah bayi yang terus menerus terjatuh, bangkit, jatuh lagi dan bangkit lagi
sampai di mana kami tak mampu untuk bangkit tanpa ada kalian yang menyangga
kami.
Happy
B Day Sae Komputer.
Jakarta, 06 April 2013
Damar Panuluh Jiwo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar