Sekiranya nanti malam, atau sampai
seminggu penuh saya jual diri, apakah uang yang saya kumpulkan cukup untuk
membiayai kedua orang tua saya naik haji? Kok rasanya nelongso temen, kasihan sekali. Jika mengamati, dan juga mendengar
dari beberapa teman, tentang berapa kocek yang harus keluar, rasanya kok jauh
sekali antara impian dan kenyataan. Ternyata untuk urusan rukun yang terakhir
butuh nominal angka yang tidak sedikit.
Harap dipermaklumi jika orang-orang
seperti saya ini ngelanturnya nggak karuan. Melihat kuota dan antrian yang
harus menunggu beberapa tahun, sepertinya hal itu adalah fenomena unik. Pengin ke
rumah Tuhan ternyata susah sekali. Tapi tidak bagi, pejabat, artis, bahkan
koruptor. Nggak apa-apa asal kantong tebal semua bisa lancar. Setidaknya gambaran
utuh tentang materi itu cukup untuk mempengaruhi pola pikir orang seperti saya.
Saya “gumun keduwung,” kagum sekali melihat para-para wajah yang sering
muncul di infotainment itu bolak-balik pergi umroh. Apakah saya kepingin? Tentu
itu tak bisa dipungkiri. Tapi kalau melihat sosok yang tiap pagi ada di depan
kaca, kok saya jadi malu sendiri. Wong subuh saja sering kesiangan, ngomongin
kejelekan orang sudah menjadi kebiasaan, sholat malam apalagi? Babar blas, Nggak pernah.
Saya takut nanti kalau pas lempar
jumroh, kerikil-kerikil itu malah berbalik mengenai muka saya. Dan dari balik
awan terdengar suara,
“Sesama setan harap memaklumi satu
sama lain.”
Ibadah haji itu adalah ibadah yang didatangi
jutaan umat dari seluruh dunia. Mulai dari Benua Afrika, Amerika, Asia semua
ada. Mulai dari profesi artis, petani, mentri, presiden, pejabat, sampai
penjahat barangkali juga ada.
Alangkah takjubnya saya, jika di
sela-sela ritual ibadah itu orang-orang saling berkumpul. Ilmuwan bertukar
pengalaman tentang hasil riset terakhirnya. Presiden bertukar pengalaman
tentang bagaimana mengatasi konflik politik dan tata kelola negara
masing-masing. Pedagang bertemu dengan kelompoknya. Pedagang besar berbagi ilmu
dan menajemen, mungkin sedikit-sedikit tentang trik-trik marketing yang
canggih.
Fiuh, tiba-tiba saja kekaguman saya
tercekat. Saya malah berpikir sebaliknya. Bahwa, selain berkumpulnya
orang-orang baik, ibadah haji juga tempat berkumpulnya para artis, para
penjahat, mavia, pengedar obat-obatan, mungkin malah simposium kejahatan terbesar
dunia. Barangkali sepulangnya dari ibadah haji mereka menemukan jurus ampuh
untuk mengelabui KPK. Cara yang canggih untuk korupsi tanpa diketahui setan,
maupun malaikat. Heheh...
Saya terus ngalamun, jika saya malam
nanti mulai jual diri, seminggu, sebulan atau setahun, apakah cukup untuk
mengejar angka itu? Jika semua angka itu telah saya dapatkan dan tiba-tiba saya
sudah berada di depan Ka’bah. Dengan uang hasil “limaha” (Halal, Haram, Hajar, Habis-Habisan) itu. Kemudian kaki
saya langkahkan mengitari Ka’bah, Thowaf. Dari belakang datang setan mengejek
saya.
“Kamu lagi ngapain, Nyet?”
“Aku ingin bertemu Tuhan.”
“Ngapain, kamu datang jauh-jauh?”
“Tuhan sedang tidak ada di rumah. Karena
Dia tahu, kamu mau bertamu. Jadi Tuhan sengaja pergi dari sini.”
Lha dalah... Apes tenan.
Jakarta, 17 April 2013
Damar Panuluh Jiwo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar